SAHAM DAN SAHAM SYARIAH
A.
Pengertian Saham
Menurut buku Panduan Berinvestasi
Saham Edisi terkini, saham (stock) merupakan surat berharga yang
merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan terhadap suatu
perusahaan. Suatu perusahaan dapat
menerbitkan 2 jenis saham, yaitu saham biasa dan saham preferen.
Saham biasa merupakan pemilik
sebenarnya dari perusahaan. Mereka menanggung risiko dan mendapatkan
keuntungan. Pada saat kondisi perusahaan buruk, mereka tidak menerima dividen,
dan sebaliknya pada saat perusahaan
baik, mereka dapat memperoleh dividen yang lebih besar bahkan saham bonus.
Pemegang saham biasa ini memiliki hak suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
dan ikut menentukan kebijakan perusahaan. Jika perusahaan dilikuidasi, pemegang
saham biasa akan membagi sisa aset perusahaan setelah dikurangi bagian pemegang
saham preferen.
Selain saham biasa, kita juga
mengenal adanya saham preferen. Sesuai namanya, saham preferen ini mendapatkan
hak istimewa dalam pembayaran dividen dibanding saham biasa. Pemegang saham
preferen akan memperoleh hak untuk memperoleh dividen yang tetap (fixed
rate) setiap tahunnya. Jika perusahaan pada suatu tidak mampu membagikan
dividen, maka hak dividen pemegang saham preferen akan diakumulasikan. Bila
perusahaan jatuh bangkrut dan dilikuidasi, pemegang saham preferen akan
mendapatkan pembayaran dari sisa-sisa aset perusahan sebelum pemegang saham
biasa. Biasanya pemegang saham preferen memiliki hak suara yang terbatas atau
dikurangi. Contohnya: tidak memiliki hak suara dalam RUPS atau menentukan
kebijakan perusahaan. (Hin, 2008 h 15-16)
B.
Pengertian Saham
Syariah
Saham atau stocks
adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan terbatas.
Pemilik saham sekaligus juga merupakan pemilik
perusahaan. Semakin besar saham yang dimiliki maka semakin
pula kekuasaannya terhadap
perusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari perusahaan tersebut dinamakan dividen.
Pembagian dividen ini nantinya ditetapkan pada penutupan laporan keuangan berdasarkan rapat
umum pemegang saham.
Saham juga merupakan
sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang pemegang
sahamnya memiliki hak atas klaim dan aktiva perusahaan tersebut. Wujud saham
adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah
pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga.
Saham syari’ah adalah
sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu
perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha
maupun cara
pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
Saham merupakan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam
suatu perusahaan. Sementara
dalam prinsip syari’ah, penyertaan modal dilakukan pada perusahaanperusahaan
yang tidak melanggar prinsip syari’ah, seperti perjudian, riba, serta memproduksi
barang yang diharamkan. Penyertaan modal dalam bentuk saham tersebut dapat dilakukan
berdasarkan akad musyarakah dan
mudharabah. Akad musyarakah pada
umumnya dilakukan pada perusahaan yang bersifat privat, sedangkan akad mudharabah
umumnya dilakukan pada saham perusahaan public. Saham menurut
Dewan Syari’ah Nasional didefinisikan sebagai
suatu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk
saham yang memiliki hak-hak istimewa.
Tidak semua jenis saham diperbolehkan untuk diperdagangkan dalam pasar
modal syari’ah, jenis saham yang dilarang adalah preferred stock (saham
istimewa). Terdapat perbedaan besar antara saham biasa (common stock)
dan saham istimewa (preferred stock) yang mendasari pelarangan untuk
diperdagangkan di pasar modal syari’ah yaitu :
“The primary difference between preferred stock and common stock
relates to the order in which shareholders are paid in the event of bankcrupty or
other corporate restructuring. If the issuing company seeks bankruptcy
protection, then the owners of preferred shares take priority over common shareholders
when it comes time to pay dividends and liquidate the company's assets.
Further, although dividends paid on common stock are not guaranteed and can
fluctuate from quarter to quarter, preferred shareholders are usually
guaranteed a fixeddividendpaid on a regular basis. This means that interest
rates affect the pricing of preferred stock. High rates could make a preferred
dividend seem unattractive and low rates could make it seem attractive”.
Pada
saham istimewa jika perusahaan mengalami kebangkrutan (dilikuidasi) maka
pemegangnya mendapat prioritas pertama untuk memperoleh pembayaran dibandingkan
pemegang saham biasa, hal ini tentu bertentangan dengan prinsip keadilan
sebagai salah satu prinsip Islam sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
An-Nahl ayat 90 :
اِنَّ
اللهَ يَأْمُرُ بِالْعًدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَائِ ذِى القُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ
Artinya : “Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."
Dalam
hal pembagian deviden perusahaan, tidak ada jaminan kepastian besarnya deviden
bagi pemegang saham biasa, deviden dapat berfluktuasi tergantung dari kemampuan
perusahaan menghasilkan laba, sementara untuk pemegang saham istimewa ada
jaminan kepastian untuk memperoleh deviden tetap tanpa melihat kondisi
perusahaan. (Hanif, 2012)
Adanya
keuntungan tetap bagi saham istimewa dapat dikategorikan riba yang sangat
dilarang dalam Islam, sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat
130 :
يَا
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْا الرِّبَوا اَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً
, وَّتَّقُوْااللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
C.
Instrumen
Saham Syari’ah di Indonesia
Instrumen saham syari’ah
terdiri dari saham, emiten, pasar primer, dan pasar
sekunder. Ada beberapa kaidah yang harus dipenuhi oleh
instrumen saham syari’ah ini, yakni:
1.
Kaidah syari’ah untuk saham
a.
Bersifat musyarakah
jika saham ditawarkan secara terbatas.
b.
Bersifat mudharabah
jika saham ditawarkan secara publik.
c.
Tidak boleh ada pembedaan jenis saham
karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak.
d.
Seluruh keuntungan akan dibagi hasil,
dan jika terjadi kerugian akan dibagi rugi bila perusahaan dilikuidasi.
e.
Investasi pada saham tidak dapat
dicairkan kecuali setelah likuidasi.
2.
Kaidah syari’ah untuk emiten
a.
Produk atau jasa yang dihasilkan
harus dalam kategori halal
b.
Hasil usaha tidak mengandung unsur
riba dan tidak bersifat zalim.
c.
Tidak menempatkan investor dalam
kondisi gharar maupun
maysir.
3.
Kaidah syari’ah untuk pasar primer
a.
Semua akad harus berbasis pada
transaksi yang riil atas produk dan jasa yang halal dan bermanfaat.
b.
Tidak boleh menerbitkan efek utang
untuk membayar kembali utang.
c.
Dana hasil penjualan efek yang
diterbitkan akan diterima oleh perusahaan.
d.
Hasil investasi yang akan diterima
pemodal merupakan fungsi dan manfaat yang diterima dari modal yang diperoleh
dari dana hasil penjualan efek dan tidak boleh semata-mata merupakan fungsi
dari waktu.
4.
Kaidah syari’ah untuk pasar sekunder
a.
Semua efek harus berbasis pada
transaksi yang riil atas produk dan jasa yang halal.
b.
Tidak boleh membeli efek utang dengan
dana dari utang atau menerbitkan surat utang.
c.
Tidak boleh membeli berdasarkan tren
atau indeks.
d.
Tidak boleh memperjualbelikan hasil
yang diperoleh dari suatu efek walaupun efeknya sendiri dapat
diperjualbelikan.
e.
Tidak boleh melakukan transaksi
murabahah dengan menjadikan objek transaksi sebagai jaminan.
f.
Tidak boleh melakukan penawaran palsu
dalam transaksi.
D.
Perbandingan
antara Saham dan Saham Syariah di Pasar Modal
Ada beberapa perbandingan
antara saham biasa (konvensional) dengan saham syari’ah di pasar modal, antara lain:
1.
Saham dapat diperdagangkan kapan saja
di pasar sekunder tanpa memerlukan
persetujuan dari perusahaan yang mengeluarkan saham.
Sedangkan saham syari’ah dengan kontrak mudharabah dan
musyarakah ditetapkan berdasarkan
persetujuan rabbul
maal (investor) dan perusahaan sebagai mudharib
untuk suatu periode tertentu.
2.
Saham syari’ah seringkali dianggap
tidak liquid karena batasan periode
kontrak yang
mengikat. Sedangkan saham konvensional lebih liquid
dan atraktif karena dapat dijual kapan saja.
E.
Perkembangan
Saham Syariah di Indonesia dan Negara Lain
Saham yang terdaftar di
pasar modal tidak semuanya memenuhi prinsip syari’ah. Oleh karena itu Bursa
Efek bekerjasama dengan Danareksa Investment Management dengan mengembangkan suatu
indeks untuk menyaring saham-saham yang layak dianggap memenuhi prinsip-prinsip
syari’ah.
Saham yang dikategorikan
mendekati prinsip syari’ah adalah saham perusahaan yang tidak terkait dengan
aktivitas haram seperti riba, gharar, judi,
pornografi, memproduksi
serta memperjualbelikan minuman keras, rokok, dan lain sebagainya. Di Indonesia, saham-saham
yang memenuhi prinsip syari’ah baik dari segi jenis maupun operasional usahanya
tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII) dan diperdagangkan di Bursa Efek.
Investor yang memiliki kemampuan sendiri berinvestasi langsung ke instrumen saham dan dapat
memilih saham di dalam daftar JII tersebut.
Saham-saham yang memenuhi
kriteria indeks saham syari’ah adalah emiten
yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syari’ah
seperti:
1.
Usaha perjudian dan permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang
dilarang oleh syari’ah.
2.
Usaha lembaga keuangan konvensional
termasuk perbankan dan asuransi yang
beroperasi secara konvensional.
3.
Usaha yang memproduksi, mendistribusi
serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram berdasarkan
hukum Islam.
4.
Usaha yang memproduksi,
mendistribusi, atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral
dan bersifat merugikan.
Selain kriteria di atas, dalam proses
pemilihan saham yang akan masuk ke JII, Bursa Efek Jakarta melakukan tahap-tahap
pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan
emiten, yaitu:
1.
Memilih kumpulan saham dengan jenis
usaha utama yang tidak bertentangan
dengan prinsip syari’ah dan sudah tercatat lebih dari 3
bulan.
2.
Memilih saham berdasarkan laporan
keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio kewajiban
terhadap aktiva maksimal sebesar 90%.
3.
Memilih 60 saham dari susunan saham
di atas berdasarkan urutan rata-rata
kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir.
4.
Memilih 30 saham dengan urutan
berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai
perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.
Perkembangan pasar modal syari’ah di
Indonesia khususnya pada saham
syari’ah belum menggambarkan perkembangan yang cukup baik
jika dibandingkan dengan perkembangannya di
Malaysia. Walaupun JII sudah bekerja dengan cukup baik, Indonesia masih sangat
jauh tertinggal dalam pengembangan kegiatan investasi syari’ah dipasar
modal.
Malaysia sudah sejak tahun 1990
mengembangkan kegiatan investasi syari’ah di pasar
modal dan terus berkembang dengan pesat. Sedangkan Indonesia memulai hal yang sama pada pertengahan
tahun 1997. Pada akhir tahun 2002 Malaysia telah memiliki 36 reksa dana syari’ah dari
total 174 Reksa Dana yang ada di Malaysia dan total nilai aktiva bersih (NAB)
tersebut mencapai 5% dari total NAB reksa dananya. Sementara Indonesia baru
memiliki 10 Reksa Dana syari’ah dari total 223 reksa dana yang
ada di pasar modal pada awal November 2004 dengan NAB sebesar 0,32% dari keseluruhan NAB reksa dana
yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz,
Abdul, Manajemen Invetasi Syari’ah,
Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010. Hal. 99
Firmansyah,
Egi Arvian, Juni 2017, “Seleksi Saham
Syariah : Perbandingan antara Bursa Efek Indonesia dan Malaysia”, JIBM,
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Managemen, Volume 1, No. 1, Cirebon : 2017, https://www.researchgate.net/publication/317426691_Seleksi_Saham_Syariah_Perbandingan_antara_Bursa_Efek_Indonesia_dan_Malaysia
, 11 November 2023
Hanif,
Januari 2012, “Perkembangan Perdagangan Saham Syariah di Indonesia”,ASAS,
Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam, Volume 4, No. 1, Lampung: 2012, https://media.neliti.com/media/publications/177901-ID-perkembangan-perdagangan-saham-syariah-d.pdf
, 11 November 2023
Hin,Thian.L,
2008, Panduan Berinvestasi Saham, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo)
Manan,
Abdul, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana, 2012. Hal. 302-303
Rivai,
Veithzal, dkk, Principle of Islamic Finance
(Dasar-Dasar Keuangan Islam): Saatnya Hijrah ke Sistem Keuangan
Islam yang Telah Teruji Keampuhannya, Cet. 2, Yogyakarta: BPFE,
2014. Hal. 247
Komentar
Posting Komentar